Selasa, 05 Juni 2012

suporter Anarkis Sepak Bola Menangis


Suporter Anarkis Sepak Bola Menangis
Insan sepak bola Indonesia dikejutkan lagi dengan aksi brutal sekelompok yang menamakan diri sebagai pendukung sepak bola. Laga Persija Jakarta VS Persib Bandung yang bertajuk Derby Indonesia memakan korban akibat kefanatisan yang berlebihan. Tontonan sepak bola yang seharusnya menghibur baik di lapangan maupun di luar berubah menjadi malapetaka ketika jiwa dirasuki rasa kebencian. Orang atau kelompok yang berbeda dalam mendukung tim harus siap dengan segala resikonya ketika menonton di kandang lawan. Sepak bola menjadi ajang pencabutan nyawa secara paksa akibat tangan-tangan tidak bertanggungjawab. Nyawa-nyawa yang tak berdosa melayang begitu saja tanpa ada kejelasan. Ini menunjukkan ketidakdewasaan insan sepak bola khususnya suporter klub-klub di Indonesia.
Dalam menyikapi hal ini pemerintah dalam kasus ini PSSI harusnya bersikap tegas. Harus ada hukuman yang benar-benar memberi efek jera kepada kelompok suporter yang berbuat anarkis. Saya kira hukuman dengan denda atau pertandingan kandang tanpa suporter dalam beberapa pertandingan saja rasanya tidak cukup. Memang itulah sanksi yang kebanyakan diterapkan saat ini. Harus ada sesuatu yang benar-benar “memukul” telak terhadap kelompok seperti itu misalnya dengan memberi sanksi pertandingan tidak boleh dihadiri suporter yang bermasalah baik kandang maupun tandang bukan hanya beberapa pertandingan tapi tiga tahun beserta denda yang tidak sedikit. Itu bisa dicoba dan kita lihat hasilnya.
Dengan sanksi seperti itu bukan saja kelompok suporter yang merana tidak bisa menyaksikan tim kesayangannya secara langsung tapi juga membawa dampak terhadap klub sepak bola itu sendiri. Klub kehilangan pemasukan dari hasil penjualan tiket yang biasanya menjadi suntikan dana bagi klub. Dalam masa itu diharapkan suporter sadar dengan apa yang telah dilakukannya justru merugikan tim yang didukungnya. Seorang atau sekelompok fans yang seharusnya mendukung dan memberi semangat klub untuk meraih kemenangan malah mencederai filosofi suporter itu sendiri. Hal ini menimbulkan penyesalan tersendiri bagi mereka yang mengaku fans kepada salah satu klub sepak bola.
Sebetulnya dalam hal ini bukan hanya pemerintah yang harus turun tangan tetapi harus dimulai dahulu dari kesadaran individu-individu itu sendiri untuk menciptakan suasana yang nyaman dalam sepak bola. Dalam hal ini peran orang tua sangat dibutuhkan untuk mencetak individu-individu yang bertanggungjawab dan itu dapat dimulai dari rumah. Rumah harus menjadi tempat pendidikan pertama sebelum anak belajar di luar. Rumah harus jadi tempat yang nyaman bagi anak sehingga anak tidak mencari pelampiasan di luar. Alasan memilih rumah sebagai pijakan pertama karena memang aksi-aksi anarkis antar suporter kebanyakan dilakukan oleh kalangan remaja.
Ini sebenarnya persoalan identitas. Generasi muda kita sedang mengalami apa yang dinamakan krisis identitas. Mereka sebenarnya hanya berusaha ingin menampilkan sesuatu supaya eksistensinya diakui. Tetapi kemudian jalan yang dipilih mereka ternyata menyalahi norma-norma yang ada. Mungkin dengan melakukan anarki ia merasa diakui eksistensinya dalam kelompok. Sebaliknya, pengakuan tersebut tidak ia dapatkan di rumah. Ini sebenarnya persoalan karakter dan pencarian identitas.
Selanjutnya, yang dibutuhkan adalah peran dari organisasi yang menghimpun para suporter. Para pengurus harus memberi arahan kepada anggotanya berdasarkan AD dan ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) yang ada dalam organisasi tersebut. Mereka harus menjadikan organisasi tersebut bukan hanya sekumpulan orang-orang yang mendukung suatu klub sepak bola. Lebih dari itu organisasi tersebut harus dijadikan ajang silaturahmi dan gerakan sosial dalam bidang kemanusiaan. Suporter tidak hanya bertugas mendukung ketika tim kebanggaan main tapi di samping itu ada kegiatan yang benar-benar bermanfaat. Inilah sebenarnya budaya bangsa kita yang senantiasa menjalin persaudaraan dan peduli terhadap sesama.
Apabila elemen-elemen ini bekerja dengan baik dari mulai individu, organisasi dan pemerintah maka kejadian anarkis apalagi sampai merenggut nyawa seseorang dapat diminimalisir atau bahkan dihindari. Tentunya membereskan masalah seperti ini tidak semudah memutarbalikkan tangan tetapi kita harus tetap optimis bahwa suporter kita akan dewasa. Harapan akan selalu ada apabila kita mau berusaha merubahnya demi persepakbolaan Indonesia agar lebih jaya.
Kita tidak mau lagi mendengar ada yang namanya manusia meregang nyawa dalam kegiatan sepak bola. Cukup kejadian di GBK itu menjadi yang terakhir menghiasi catatan kelam persepakbolaan Indonesia. Jangan sampai nyawa mereka tercabut dengan sia-sia. Pengorbanan mereka harus kita hormati dengan cara mengambil pelajaran dari itu semua. Damai antar kelompok suporter merupakan tindakan yang tepat yang mencerminkan kedewasaan tiap suporter. Dengan itu semua semoga persepakbolaan Indonesia maju dan bisa berbicara di tingkat internasional.



   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar