Suporter Anarkis Sepak Bola Menangis
Insan sepak bola
Indonesia dikejutkan lagi dengan aksi brutal sekelompok yang menamakan diri
sebagai pendukung sepak bola. Laga Persija Jakarta VS Persib Bandung yang
bertajuk Derby Indonesia memakan korban akibat kefanatisan yang
berlebihan. Tontonan sepak bola yang seharusnya menghibur baik di lapangan
maupun di luar berubah menjadi malapetaka ketika jiwa dirasuki rasa kebencian.
Orang atau kelompok yang berbeda dalam mendukung tim harus siap dengan segala
resikonya ketika menonton di kandang lawan. Sepak bola menjadi ajang pencabutan
nyawa secara paksa akibat tangan-tangan tidak bertanggungjawab. Nyawa-nyawa
yang tak berdosa melayang begitu saja tanpa ada kejelasan. Ini menunjukkan
ketidakdewasaan insan sepak bola khususnya suporter klub-klub di Indonesia.
Dalam menyikapi
hal ini pemerintah dalam kasus ini PSSI harusnya bersikap tegas. Harus ada
hukuman yang benar-benar memberi efek jera kepada kelompok suporter yang
berbuat anarkis. Saya kira hukuman dengan denda atau pertandingan kandang tanpa
suporter dalam beberapa pertandingan saja rasanya tidak cukup. Memang itulah
sanksi yang kebanyakan diterapkan saat ini. Harus ada sesuatu yang benar-benar “memukul”
telak terhadap kelompok seperti itu misalnya dengan memberi sanksi pertandingan
tidak boleh dihadiri suporter yang bermasalah baik kandang maupun tandang bukan
hanya beberapa pertandingan tapi tiga tahun beserta denda yang tidak sedikit.
Itu bisa dicoba dan kita lihat hasilnya.
Dengan sanksi
seperti itu bukan saja kelompok suporter yang merana tidak bisa menyaksikan tim
kesayangannya secara langsung tapi juga membawa dampak terhadap klub sepak bola
itu sendiri. Klub kehilangan pemasukan dari hasil penjualan tiket yang biasanya
menjadi suntikan dana bagi klub. Dalam masa itu diharapkan suporter sadar
dengan apa yang telah dilakukannya justru merugikan tim yang didukungnya.
Seorang atau sekelompok fans yang seharusnya mendukung dan memberi semangat
klub untuk meraih kemenangan malah mencederai filosofi suporter itu sendiri.
Hal ini menimbulkan penyesalan tersendiri bagi mereka yang mengaku fans kepada
salah satu klub sepak bola.
Sebetulnya dalam
hal ini bukan hanya pemerintah yang harus turun tangan tetapi harus dimulai
dahulu dari kesadaran individu-individu itu sendiri untuk menciptakan suasana
yang nyaman dalam sepak bola. Dalam hal ini peran orang tua sangat dibutuhkan
untuk mencetak individu-individu yang bertanggungjawab dan itu dapat dimulai
dari rumah. Rumah harus menjadi tempat pendidikan pertama sebelum anak belajar
di luar. Rumah harus jadi tempat yang nyaman bagi anak sehingga anak tidak
mencari pelampiasan di luar. Alasan memilih rumah sebagai pijakan pertama
karena memang aksi-aksi anarkis antar suporter kebanyakan dilakukan oleh kalangan
remaja.
Ini sebenarnya persoalan
identitas. Generasi muda kita sedang mengalami apa yang dinamakan krisis
identitas. Mereka sebenarnya hanya berusaha ingin menampilkan sesuatu supaya
eksistensinya diakui. Tetapi kemudian jalan yang dipilih mereka ternyata
menyalahi norma-norma yang ada. Mungkin dengan melakukan anarki ia merasa
diakui eksistensinya dalam kelompok. Sebaliknya, pengakuan tersebut tidak ia
dapatkan di rumah. Ini sebenarnya persoalan karakter dan pencarian identitas.
Selanjutnya,
yang dibutuhkan adalah peran dari organisasi yang menghimpun para suporter.
Para pengurus harus memberi arahan kepada anggotanya berdasarkan AD dan ART
(Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) yang ada dalam organisasi tersebut.
Mereka harus menjadikan organisasi tersebut bukan hanya sekumpulan orang-orang
yang mendukung suatu klub sepak bola. Lebih dari itu organisasi tersebut harus
dijadikan ajang silaturahmi dan gerakan sosial dalam bidang kemanusiaan. Suporter
tidak hanya bertugas mendukung ketika tim kebanggaan main tapi di samping itu
ada kegiatan yang benar-benar bermanfaat. Inilah sebenarnya budaya bangsa kita
yang senantiasa menjalin persaudaraan dan peduli terhadap sesama.
Apabila
elemen-elemen ini bekerja dengan baik dari mulai individu, organisasi dan
pemerintah maka kejadian anarkis apalagi sampai merenggut nyawa seseorang dapat
diminimalisir atau bahkan dihindari. Tentunya membereskan masalah seperti ini
tidak semudah memutarbalikkan tangan tetapi kita harus tetap optimis bahwa
suporter kita akan dewasa. Harapan akan selalu ada apabila kita mau berusaha
merubahnya demi persepakbolaan Indonesia agar lebih jaya.
Kita tidak mau
lagi mendengar ada yang namanya manusia meregang nyawa dalam kegiatan sepak
bola. Cukup kejadian di GBK itu menjadi yang terakhir menghiasi catatan kelam
persepakbolaan Indonesia. Jangan sampai nyawa mereka tercabut dengan sia-sia.
Pengorbanan mereka harus kita hormati dengan cara mengambil pelajaran dari itu
semua. Damai antar kelompok suporter merupakan tindakan yang tepat yang
mencerminkan kedewasaan tiap suporter. Dengan itu semua semoga persepakbolaan
Indonesia maju dan bisa berbicara di tingkat internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar